Pemateri : Ahmad Kavin Adzka
Profesi : Mahasiswa di Universitas Gajah Mada (UGM)
Jurusan : Manajemen Kebijakan Publik
Moderator : Ahmad Mufarih, M.A.
Pelaksanaan : 26 Desember 2019
Isi Materi :
Masuk Universitas
Gajah Mada (UGM) ada untung dan tidaknya. Akan tetapi ada anggapan bahwa derajat akademik seorang mahasiswa
akan terangkat jika masuk keperguruan tinggi tersebut (red. UGM). Pelajar di UGM hampir 60% berasal dari Jabodetabek dan Yogyakarta
sendiri, terutama dari kota-kota besar. Fakultas yang budaya sosialnya paling
bobrok adalah fakultas ilmu sosila dan politik (FISIPOL). Hal itu disebabkan karena
pola fikir mahasiswa yang sejak awal masuk perkuliahan sudah berasumsi bahwa
mereka akan menjadi orang besar setelah lulus dari bangku kuliah. Jadi ketika proses
pembelajaran semenjak di bangku kuliah, mereka sudah saling bersaing. Sedangkan
saya sendiri terbiasa sejak kecil dalam keluarga untuk berfikir ketika masuk perkuliahan,
saya harus bisa bermanfaat bukan untuk mengejar sebuah profesi maupun iming-iming
menjadi seorang pejabat.
Di kelas saya didominasi
oleh anak-anak pejabat, ada yang berasal dari keluarga gubernur, keluarga
cendana, dan juga anak seorang pilot. Mahasiswa dikelas saya itu tidak ada yg
bisa misuh (red.menghina). Penghargaan sosial oleh orang yang berekonomi
menengah ke atas itu kurang bagus, sebagaimana yang terjadi di kelas saya sendiri.
Jadi bagaimana mereka akan membuat sebuah kebijakan jika mereka tidak pernah
bergaul dan mengerti dengan "kondisi rakyat".
Adab atau sopan
santun mahasiswa UGM hampir tidak ada. Contoh dikelas saya sendiri banyak
diantara mereka yang melakukan free sex dan minum-minuman keras. Karena
hal itu bagi mereka sudah menjadi hal biasa oleh karenanya, saya tidak pernah
mendapatkan yang namanya "ketenangan belajar" selama kuliah di UGM. Ketika ospek mahasiswa baru
MABA disuruh menulis artikel beserta referensinya (academic writing) karena
sudah menjadi mata kuliah wajib, termasuk mengajarkan tentang citasi manager.
Di UGM juga diajari cara menulis pendahuluan, pembahasan dan kesimpulan yang
baik dan benart. Revolusi industri 4.0 sudah banyak merubah kebudayaaan orang
yang hidup di Yogyakarta. Mahasiswa di UGM hanya pintar beragumentasi tanpa
adanya aksi yang konkrit dan nyata.
Kehidupan di Yogyakarta kurang begitu menyenangkan semenjak 4-5 tahun yang lalu. Hal yang membedakan mahasiswa satu dengan yang lain adalah mereka yang mau baca dan mau bergerak. Temen kelas saya ada yang kuliah dengan membawa (red.mempunyai) 2 mobil dan 3 motor. Sedangkan biaya kos atau tempat tinggal sementara mencapai angka Rp. 2 juta perbulannya. Juga ada sebagian temen saya yang bertempat tinggal di apartemen, dengan biaya perbulan mencapai Rp. 7 juta. Sedangkan total uang jajan dan tempat tinggal mereka menghabisakan dana sebesar Rp. 12 juta perbulan. Ada juga yang ketika merayakan ulang tahun, dia dikasih hadiah fortuner oleh orang tuanya. Point dari itu semua adalah mereka kaya sejak lahir, ilmu sosialnya hanya teori bagi mereka.
Kehidupan di Yogyakarta kurang begitu menyenangkan semenjak 4-5 tahun yang lalu. Hal yang membedakan mahasiswa satu dengan yang lain adalah mereka yang mau baca dan mau bergerak. Temen kelas saya ada yang kuliah dengan membawa (red.mempunyai) 2 mobil dan 3 motor. Sedangkan biaya kos atau tempat tinggal sementara mencapai angka Rp. 2 juta perbulannya. Juga ada sebagian temen saya yang bertempat tinggal di apartemen, dengan biaya perbulan mencapai Rp. 7 juta. Sedangkan total uang jajan dan tempat tinggal mereka menghabisakan dana sebesar Rp. 12 juta perbulan. Ada juga yang ketika merayakan ulang tahun, dia dikasih hadiah fortuner oleh orang tuanya. Point dari itu semua adalah mereka kaya sejak lahir, ilmu sosialnya hanya teori bagi mereka.