Merdeka, yang telah digaungkan di mana mana hari ini mungkin akan mengusung kebahagiaan terhadap mayoritas manusia di bumi indonesia.
Tapi dengan
diriku,
Aku
termenung... Sudahkah aku merdeka?aku masih teringat betul bagaimana ibuku,
abahku memaksaku berangkat ke
pesantren yang sebenarnya tak aku impikan sama sekali...
Aku ingin
menikmati duniaku, bersama teman teman yang kini mungkin sedang asyik berjibaku
dengan deretan rumus rumus kimia, dan
itu menurutku mengasyikkan.
Aku tergugu,
Mengapa tega
mereka melemparkan aku ke dunia yang aku sendiri tak nyaman. Di sini semua
serba ada aturan, mematikan kreasi bahkan mengubur anganku menjadi kimiawan
sejati.
Ah, entahlah...
Kini sederet
kitab kitab besar yang menjadi santapan pagi, sian…
Salahkah jika
aku ingin mengabdikan diriku sebagai kimiawan? Cita cita yang terpatri sejak
aku mencintai deretan rumus asam dan basa.
Bahagiaku,
ketika memakai jas putih kebesaran dengan mikroskop di tangan.
Inginku memeluk
buku buku jabir ibnu hayyan, atau antoine lavoisier atau john dalton menjelang
lelap tapi nyatanya yang kudekap buku saku mungil alfiyah ibn malik yang
menghantuiku karena harus hafal, jika tidak maka aku tak naik kelas. Huh,
membosankan...
Aku termenung,
Tadi pagi aku
ketika ada jadwal pengajian pengasuh, ada satu wejangan yang sempat aku catat.
Bahwa, "Barang siapa yang allah menghendaki dirinya dengan kebaikan, maka
dia akan memandaikan dia dalam hal agama".
Tak dapat
kunafikan itu karena itu adalah hadits.
Tapi kembali
lagi dengan anganku. Apakah ini yang diingankan kedua orangtuaku?
Kemarin, ketika
ibu telfon, beliau bilang aku harus mencoba satu tahun saja di sini, setelah
itu terserah aku mau ke mana, aku tau kalimat itu ibu sampaikan hanya untuk
menghiburku.
Dulu,
Ketika aku
mengenyam jenjang Tsanawiyyah ibu juga berpesan yang sama. Di tahun pertama ibu
bilang, dicoba dulu satu tahun, tahun kedua bilang lagi, dicoba dulu satu
tahun. Hingga aku lulus dan terlempar di pesantren ini.
Pun abahku,
Yang menurutku
sama saja. Keras sekali didikannya. Hingga pernah beliau memberi aku pilihan,
sekolah tapi harus kerja sendiri, atau sekolah dan mondok abah ibu masih mau
biayai.
Mereka berdua
ini kompak sekali, menekan psikisku hanya demi ambisi. Tanpa mau mendengarkan
alasanku kenapa aku tak mau masuk pesantren.
Tapi sekarang,
2021 Allah
menjawab dengan indah...
Wabah ini,
Menyadarkanku.
Betapa pendidikan yang telah kulewati selama di pesantren sangat berarti.
Ya, aku
mengenal murabbi ruh ku semakin dekat tanpa daring, aku mencintai guru guruku
dengan hormat tanpa mengabaikan tugas tugasnya. Menyaksikan tatapan mata mereka
yang ikhlas mendamaikanku, menjawab setiap keluh kesahku dan ternyata ilmu
allah sangat luas.
Aku tak tau,
Apakah
teman-temanku di luar sana bisa mengendalikan masa nya, masa masa remaja nan
indah, ketika tak ada kegiatan sekolah.
Hanya daring
yang bisa dilakukan di rumah, lewat jejaring, bisa dilakukan tanpa harus
bertatap muka langsung.
Beberapa
temanku berbagi kabar mereka limbung, tak kuat dengan keadaan. Ada yang putus
sekolah, ada yang mengakhirinya dengan menikah, ya karena pergaulan yang tak
terbatas. Bahkan ada yang bunuh diri karena terjerat kasus narkotika.
Aku mulai
ngeri,
Pernah juga
kubaca kalam sayyidina ali bin abi thalib bahwa pendidikan anak usia baligh
hingga dewasa adalah pendidikan layaknya budak.
Budak yang
terkekang oleh tuannya, dibatasi dengan segala aturannya,
Kini aku tau,
Anak seusiaku
memang harus dibelenggu, dibelenggu dengan kemandirian dan pilihan hidup,
Kini aku tau,
Pesantren
adalah tempat tebaikku, mengasah asa di tempat mulia. Cita citaku memang tetap
menjadi kimiawan, tapi inginku menjadi pribadi yang baik dan tau hak hak hamba
pada Tuhan maupun sesama.
Ya rabb,
Terimakasih...
Kau anugerahkan
orangtua yang cintanya tak tebatas,
Kau karuniakan
kesempatan dan kesehatan hingga aku bisa berproses di pesantren.
Aku tau, inilah
hakikat merdeka bagiku,
Aku dapat hak
pendidikan, hak hidup tenang, hak kebahagiaan dan hak bergauk dengan
teman-teman tanpa takut terperangkap dalam tipu daya syetan.
By : Nurmaya Badriyatul Jamroh, M.Pd.*